Scroll untuk baca artikel
Example floating
Example floating
https://babelxpose.com/wp-content/uploads/2024/12/IMG-20241201-WA0001.jpg https://babelxpose.com/wp-content/uploads/2025/01/baliho-hari-natal-2024-10x5-horizontal.jpg
BABEL XPOSEFeaturedPERSPEKTIF

Uang Pengganti Korupsi Timah, Pemda Dapat Apa?

×

Uang Pengganti Korupsi Timah, Pemda Dapat Apa?

Sebarkan artikel ini
https://babelxpose.com/wp-content/uploads/2024/08/IMG_20240807_122718.jpg

Oleh Kemas Akhmad Tajuddin (Advokat pada Kantor Hukum Nanusa Beralamat kantor di Bangka Belitung dan Jakarta)

*******************************************

https://babelxpose.com/wp-content/uploads/2025/02/Screenshot_2025-02-05-16-45-04-848_com.whatsapp.png

HINGAR bingar pemberitaan tentang korupsi Timah masih menghiasi beragam jagad media tanah air, media cetak, media elektronik bahkan yang tidak kalah serunya berseliweran juga di media sosial. Terkini pemberitaan yang menyangkut vonis hukuman dijatuhkan Majelis Hakim terhadap Harvey Moeis selama 6,5 tahun penjara, denda Rp. 1 Milyar dan diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp. 210 Milyar. Vonis tersebut memicu sorotan publik karena dianggap terlalu ringan tidak sebanding dengan skala perbuatan tindak pidananya.

Sebelumnya di perkara yang sama terdakwa lain juga sudah di vonis dengan beragam putusan, mulai dari 1 tahun sampai dengan 8 tahun penjara dengan kewajiban membayar uang pengganti dan denda yang juga bervariasi mulai dari 100 juta sampai dengan lebih dari 4 Triliun rupiah. Seperti yang dijatuhkan kepada Suparta Direktur Utama PT. Refined Bangka Tin (RBT) divonis membayar uang Pengganti 4,5 Triliun, Suwito Gunawan Komisaris PT.Stanindo inti Perkasa (SIP) divonis membayar uang pengganti sebesar Rp.2,2 Triliun, Robert Indarto Direktur Utama PT.Sariwiguna Binasentosa (SBS) diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp. 1,9 Triliun, Tamron yang popular dipanggil Aon diwajibkan membayar uang pengganti Rp. 3,5 Triliun.Sedangkan mantan Direktur Utama PT.Timah Mochtar Riza Tabrani diputus membayar denda sebesar Rp. 750 juta, tanpa hukuman tambahan membayar uang Pengganti.

Terlepas dari ada atau tidaknya Upaya hukum atas vonis yang sudah dijatuhkan oleh Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, vonis kewajiban membayar uang pengganti tersebut sudah tercantum demikian dalam putusan Majelis Hakim aquo.

Penjatuhan hukuman membayar sejumlah uang pengganti adalah salah satu jenis hukuman khusus yang berlaku dalam perkara tindak pidana korupsi, yang besarannya ditentukan dalam amar putusan majelis Hakim. Ketentuan tentang hukuman tambahan berupa kewajiban pembayaran uang pengganti diatur didalam pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Penentuan atau penetapan besarnya uang pengganti secara normative pada hakekatnya adalah dalam rangka pemulihan kekayaan Negara sebesar kerugian keuangan negara yang dialami akibat dari suatu perbuatan tindak pidana yang dilakukan.

Cara pemulihannya antara lain para terdakwa dibebankan untuk membayar uang pengganti secara tanggung renteng sesuai keuntungan yang diperoleh dari masing-masing terdakwa, oleh karenanya didalam pasal 18 ayat

(1) huruf b undang-Undang Tipikor ditentukan bahwa pembayaran uang

pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi.

Dasar perhitungan kerugian keuangan negara menggunakan 2 metode perhitungan, yaitu perhitungan kerugian negara bersih (net loss) atau kerugian negara total (total loss). Berapa Nominal perhitungan besaran kerugian negara akibat dari suatu perbuatan tindak pidana korupsi dilakukan oleh Lembaga yang diberi wewenang untuk menghitung kerugian negara.

Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Lembaga tersebut dapat diperoleh nominal besaran kerugian negara akibat dari suatu tindak pidana yang dilakukan yang kemudian oleh Penyidik dicantumkan dalam dokumen

penyidikannya (BAP), berlanjut kepada dakwaan dan penuntutan serta pada akhirnya sampai kepada Majelis Hakim yang menentukan dan menetapkan besaran uang pengganti yang diwajibkan untuk dibayar oleh terdakwa.

Menariknya pada perkara tindak pidana korupsi menyangkut tata niaga timah yang selalu ramai diberitakan ini adalah terkait besaran uang pengganti,baik jumlah yang dicantumkan dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum maupun yang sudah diputuskan oleh Majelis Hakim Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Total jumlah uang pengganti yang dituntut maupun yang sudah ditetapkan tidak mencapai Rp. 300 Triliun (Rp. 300.003.263.938.131,14).

Perhitungan kerugian Negara sebesar Rp. 300 Triliun itu dengan perinciansebagai berikut :

A. Kerugian negara atas Kerjasama penyewaan alat processing pelogamantimah yang tidak sesuai ketentuan Rp. 2,2 Triliun (Rp.2.284.950.217.912,14)

B. Kerugian atas pembayaran biji timah dari tambang timah illegal Rp. 26,6 Triliun (Rp. 26.648.625.701.519).

C. Kerugian negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang timah illegal Rp.271 Triliun (Rp. 271.069.688.018.700).

Sementara dalam tuntutan Jaksa Penuntut Umum maupun Putusan yang dijatuhkan Majelis Hakim kepada para terdakwa perkara tindak pidana tata niaga Timah total uang pengganti yang wajib dibayarkan para terdakwa, nilainya jauh dibawah kerugian negara sebagaimana didakwakan dalam dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum.

Sebagai contoh seperti yang diuraikan diatas, jumlah uang pengganti dandenda yang wajib dibayarkan oleh para terdakwa berkisar antara Rp. 100 jutasampai dengan Rp. 4 Triliun lebih. Apabila perhitungan pemulihan kerugiannegara termasuk pengenaan denda dan harta yang disita, total nilainya

diperkirakan juga belum dapat memulihkan kekayaan negara yang didakwatelah dirugikan oleh para terdakwa, sebesar Rp. 300 T itu.

Pertanyaan lanjutannya adalah atas dasar apa dan dengan perhitungan seperti apa Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakimmendapatkan nilai uang pengganti seperti yang tercantum dalam tuntutan atauseperti yang dijatuhkan Majelis Hakim dalam putusannya kepada para terdakwa.

Apabila tujuan penuntutan dan penetapan Uang pengganti dimaksudkan dalamrangka memulihkan atas terjadinya kerugian negara, sudah pasti hal tersebuttidak akan tercapai, karena nilai keduanya yang sangat jauh selisihnya.Kekhawatiran atas adanya perbedaan yang mencolok antara kerugiannegara yang didakwakan dengan besaran yang uang pengganti yangdiwajibkan adalah pada akurasi nilai kerugian negara yang diperhitungkan olehLembaga yang berwenang apakah memang benar nilai kerugian negaratersebut sebesar itu atau akurasinya membutuhkan validasi Kembali.

Kemungkinan dapat saja terjadi sesungguhnya nilai kerugian negaraatas perkara tata niaga timah aquo, tidaklah sebesar yang dipublikasikan yakniRp. 300 Triliun. Bisa jadi nilai senyatanya jauh dibawah itu, sehingga dituntutdan diputus seperti yang sudah ditetapkan dalam putusan Majelis Hakim.

Tuntutan Jaksa Penuntut Umum dan Putusan Majelis Hakim dalam perkara aquo secara diam-diam semacam menjadi koreksi atas perhitungan kerugian negara yang dialami,

Apakah benar demikian ataukah tidak demikian, dapat dipelajari dari pertimbangan Hakim yang menjatuhkan putusan dan penetapan terhadap besaran uang pengganti.

Hal lain yang menarik untuk menjadi bahan diskusi atas perkara tindak pidana korupsi tata niaga timah yang beritanya berseliweran di tanah air selama ini adalah dari sisi Pemerintah Daerah dan Masyarakat Bangka Belitung.

Didalam perkara tindak pidana korupsi dengan nilai cuan yang berharga triiunan ini, Pemerintah Daerah (Provinsi Bangka Belitung dan Kabupaten/Kota) serta masyarakat Bangka Belitung mendapatkan apa ?

Tidak berkeadilan apabila Pemerintah Daerah dan Masyarakatnya hanya kebagian menikmati kerusakan lingkungannya saja yang tadi disebutkan kerugian negara atas kerusakan lingkungan akibat tambang ilegal dengan nilainya dikonversi sebesar Rp. 271 Triliun lebih.

Rasa berkeadilan dapat diwujudkan apabila seluruh uang pengganti yang ditetapkan, sekurang-kurangnya Sebagian diantaranya disalurkan kembali kepada Pemerintah Daerah, baik untuk kepentingan pemulihan

kerusakan lingkungan yang dialami Daerah, maupun untuk kepentingan pemulihan perekonomian Bangka Belitung yang saat ini sedang tidak baik-baik saja.

Pertanyaan lanjutannya adalah siapa yang mendorong agar nilai cuan triliunan ini dapat dikembalikan ke Bangka Belitung? Jawabanya adalah padastakeholder yang ada di Bangka Belitung, sebagai motornya adalah Lembaga DPRD Bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi Bangka Belitung.

Sedangkan menyangkut akses dan jaringan ke Pemerintah Pusat juga bukanlah jadi penghalang, hanya tinggal menunggu inisiasi pihak-pihak terkait. Ikhtiar demikian barulah dapat dilakukan apabila putusan tentang perkara tata niaga timah sudah memiliki kekuatan hukum tetap (Incraht)(*)

 

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *